Sunday, August 31, 2008

Gaji-mu Ujian-mu

Oleh M. Rum Budi S.

Berapa juta gajimu atau penghasilanmu perbulan? Kamu pasti tak mau menjawabnya, barangkali itu rahasiamu. Memang gajimu itu sepenuhnya milikmu, gajimu adalah hasil kerja payahmu, tetapi pada hakekatnya gajimu itu rezeki dari Allah. Jangan lupa di dalam gaji itu ada hak orang lain, sebagai ujian Allah kepada hamba-Nya. Dengan gajimu yang lebih dari cukup itu, kamu diuji dengan perintah Allah untuk membayar zakat, melaksanakan infak dan shadaqah, supaya rezekimu barakah.

Gajimu yang kamu keluarkan zakatnya, infaknya atau shadaqahnya akan menumbuhkan akhlak pribadimu berkembang dengan sifat kemuliaan, rasa toleran, sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada kaum lemah. Disamping gajimu sudah bersih secara syari’at, secara sosial sangat berguna membantu terpenuhinya hajat hidup para fakir miskin yang di Indonesia merupakan kelompok mayoritas. Dan ketika uang zakat, infak dan shadaqah itu digunakan juga untuk jalan fi sabilillah, maka seharusnya kamu diberi penghormatan, karena telah memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka.

Jangan tertarik dengan temanmu yang gajine lebih gede, kenapa harus iri-dengki sama orang kafir?-tak ada gunannya-lah, mereka itu tidak yakin akan adanya hari berbangkit, mereka hanya kenal kehidupan di dunia saja. Bagi mereka gaji gede hanya untuk dirinya sendiri, mereka lebih senang membelanjakan gajinya di tempat-tempat maksiat dan menghabiskan untuk menuruti hawa nafsu bejatnya. Sudah takdir, sudah suratan, kalau gaji gede jatuh ditangan orang yang tidak kenal bahwa semua itu ujian dari Allah, maka kecenderungan mereka mengingkari nikmat-Nya. Allah berfirman: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”(An Nahl: 71).

Waktu belum kerja, cita-citanya  punya gaji besar, ngomongannya: “kalau punya banyak uang-kan amalnya banyak”. Ternyata besarnya gaji itu tidak sebanding dengan banyaknya amal shaleh, justru orang kaya itu penyakitnya kikir. Buktinya waktu ada kerabat yang butuh bantuan kok diam aja. Padahal jalur infak yang paling dekat itu adalah kaum kerabat atau saudara terdekat, karena hubungan kerabat oleh syariat lebih diutamakan atau didahulukan. Kerabat yang dibantu itu memang kadang-kadang tidak tahu diri, tetapi justru itulah ujiannya. Kalau nggak bisa melewati ujian itu dengan baik, dijamin semua akan menyesal, karena hubungan darah itu merupakan tali yang tidak akan terputus oleh apapun juga, tali kerabat itu tidak hanya tersambung di dunia tetapi terhubung sampai di akherat. Toh.....bila dilihat uang bantuannya sebenarnya tak sebanding dengan gajinya. “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”. (Al Baqarah 215).

Gaji gede itu bukan ukuran kemuliaan dan gaji kecil itu bukan hinaan. Tetapi “gajimu ujianmu”. Gaji hanya sarana untuk menguji, sejauh mana kamu dapat bersyukur dan bersabar atas semua nikmat Allah yang sekarang kamu miliki. Allah berfirman :“ Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku”, Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku", Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (Al Fajr : 15-20).

1 comment:

Anonymous said...

waw.. mantap artikelnya. copi mas ya...