Monday, December 22, 2008

IBU

Oleh: M. Rum Budi S.

Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, di Indonesia sepenggal bait lagu itu sepertinya harus direnungkan ulang setiap hari Ibu tanggal 22 Desember. Kasih ibu itu adalah naluri dan tanggung jawab yang harus diemban secara ikhlas. Seorang ibu itu mempunyai sifat penyayang 70 kali lipat dari seorang ayah. Ibu itu punya kelembutan, sedangkan ayah punya keperkasaan. Tetapi kelembutan ibu di zaman sekarang ini kadang berubah menjadi keperkasaan. Bagaimanapun keadaan yang menuntut seorang ibu bekerja atau berkarier, sehingga menjadikan kelembutan ibu itu semakin lama pudar. Barangkali penyebab utamanya karena seorang ibu di zaman sekarang ini banyak, merasa mempunyai penghasilan lebih sehingga dirasa lebih perkasa dari ayah. Coba amati bagaimana keperkasaan ibu Dr. Srimulyani (Menteri Keuangan RI 2008) dan ibu Dr. Fadhilah Supari (Menteri Kesehatan RI 2008)?. Saya kira kelembutannya dua ibu menteri tadi akan jauh lebih pudar dibandingkan Ibu Anton atau Ibu Taat sebagai Ibu Rumah Tangga. Curahan perhatian ibu kepada anak akan lebih besar apabila ibu itu memang tidak bekerja. Kasih sayang ibu kepada anaknya lebih terasa apabila ibu justru menganggur. Ibu adalah makhluk Allah yang fitrahnya memiliki kelemah-lembutan dan kasih sayang karena itu mereka punya rahim. Dari rahim para ibulah lahir dan tumbuh anak-anak shaleh dan shalihah.

Wanita bila sudah bersuami, menurut konsep agama memang sebaiknya berperan sebagai ibu sebaik-baiknya. Biarkan ayah saja yang berfungsi dalam mencari nafkah, karena itulah kelebihan yang Allah berikan kepada laki-laki. Berapapun penghasilannya tidak jadi soal, karena rejeki sudah ada yang mengatur. Hanya saja bagi para ayah, bekerja itu merupakan kewajiban, sehingga bila tak dilakukan akan dapat dosa. Bagaimana dengan Ibu yang tetap bekerja? Itu hanya kebolehan, sekedar membantu pendapatan ayah. Tugas utama ibu tetap sebagai pendamping ayah, bukan untuk berperan sebagai ayah. Seorang ibu adalah pemimpin rumah tangganya yang harus banyak berkecimpung di dalam rumah, bukan pemimpin keluarga yang harus banyak beraktifitas di luar rumah atau di tengah masyarakat. Ibu yang betah di dalam rumah jauh lebih mulia dari pada ibu yang sering ngrumpi di luar rumah. Bukankah ibu yang shalihah itu adalah sebaik-baik perhiasan dunia?.
Rasullullah Shalallahu ’alaihi wassalam pernah bersabda : “ada tiga hal yang sangat aku senangi di dunia ini, yaitu: wangi-wangian; istri shalihah; dan ketenangan saat shalat. Ketika itu beliau sedang duduk dengan para sahabatnya. Tiba-tiba Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu’anhu berkata :” Benar engkau, ya Rasulullah, aku mempunyai tiga hal lainnya, yaitu: senang melihat wajah Rasulullah, menafkahkan hartaku menurut kemauan Rasulullah, dan senang putriku berada di bawah pemeliharaan Rasulullah”. Umar radhiallahu’anhu lantas berkata: “ benar engkau ya Abu Bakar, akupun senang akan tiga hal lainnya, yaitu: mengajak kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan berpakaian sederhana.” Utsman radhiallahu’anhu pun menyahut:” benar engkau wahai Umar, akupun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: mengenyangkan orang yang sedang lapar, memberi pakaian yang tak punya busana, dan membaca Al-Quran.” Selanjutnya Ali radhiallahu’anhu juga berkata:” benar engkau wahai Ustman, aku juga mencintai tiga hal lainnya, yaitu: melayani tamu, puasa pada musim panas, dan memukul musuh dengan pedang.” (dalam kitab Nashai-hul ‘ibaad).
Banyaknya ibu-ibu yang menjadi wanita karier saat ini harusnya menjadi keprihatinan kita semua. Kalau mau menyadari ibu-ibu karier itu disamping mempersempit lapangan kerja bagi bapak-bapak maka sesungguhnya akan banyak menimbulkan kesusahan ibu-ibu sendiri yang luar biasa. Coba ibu-ibu rasakan dan renungkan firman Allah berikut ini. :“……….. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. ……... Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Baqarah: 233).
Kalau ibu-ibu bekerja hanya alasan karena membahagiakan anak itu namanya kebalik, seharusnya anak-anak dan suami ibu yang membahagiakan ibu. Sekali lagi bukan kewajiban para ibu untuk memberi pakaian dan makanan kepada para anaknya, tetapi ayahnya yang berkewajiban. Muliakan para ibu, dengan memberikan haknya untuk tidak bekerja. Biarkan anaknya yang gantian memberikan nafkah kepada ibunya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “. (QS Al-Israa’: 23).