RIZKI
ITU “GIVEN”
Oleh
: RUM BUDI
Pengertian rizki sesungguhnya tidak hanya terbatas
pada banyaknya harta dan uang, atau sebatas kekayaaan saja. Padahal kesehatan,
keselamatan, kebahagiaan, pengetahuan, ketenangan adalah rizki yang dipahami oleh
banyak orang bahwa nilainya jauh lebih besar dibanding dengan kekayaan harta
benda. Secara umum rizki memang mempunyai dua pengertian, yang pertama mencakup
pengertian bersifat nikmat fisik dan yang ke dua pengertian bersifat nikmat
hati atau kejiwaan.
Adanya rizki manusia dalam kehidupan ini sudah ditentukan oleh Pemberi rizki yaitu Allah subhanahu wata’ala sebagai “Al-Razzaq”, yang Maha Pemberi Rizki. Allah-lah pencipta, pemilik satu-satunya dan penjamin semua jenis rizki makhluk-makhluk-Nya. Itulah Tauhid Rububiyyah sebagaimana Allah berfirman : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS Az-Zukhruf: 32).
Banyak manusia memang tidak tahu bahwa rizki itu
“Given” atau jatah dari Allah dan
kaya atau miskin itu dikehendaki oleh Allah pula. Manusia merasa bahwa harta
dan anak yang dimiliki itu atas hasil usahanya. Padahal Allah tidak memberikan
rizki duniawi itu kepada orang yang usahanya keras dan berambisi saja, sehingga
seluruh hidupnya untuk mengejar rizki, namun juga bagi orang yang tidak
menginginkannya. Coba direnungkan, betapa banyak orang yang berambisi mengejar
rizki sampai siang malam justru kondisinya dalam kesengasaraan dan kemiskinan.
Kesengsaraannya dan kemiskinan malah dirasakan sesuai dengan ambisinya mengejar
dunia. Berbeda lagi dengan orang yang sadar
betul bahwa rizki itu sudah diatur, masing-masing orang sudah ada jatahnya dari
Allah, sehingga keimanannya kepada takdir tentang rizki membawa dirinya berlaku
pola hidup sederhana, sehingga Allah berikan harta kepadanya dan semakin
memuliakannya dengan harta tersebut.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud, ia
berkata, Rasulullah –orang yang benar dan dibenarkan- menceritakan kepada kami,
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya
selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah selama
empat puluh hari juga, kemudian menjadi mudhghah selama empat puluh hari juga.
Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya lalu ia meniupkan ruh kepadanya dan
diperintah untuk menuliskan empat perkara: menuliskan rizki, ajal dan amalnya,
serta ia menjadi orang yang bahagia atau sengsara.” (HR Bukhari Muslim).
Orang beriman harus yakin betul bahwa Allah telah
menetapkan rizki kepada setiap manusia saat diciptakanNya dengan adil sampai
manusia menemui ajalnya. Rizki manusia tidak akan habis sebelum dicabut
nyawanya. Amal manusia akan berakhir atau berhenti pada saatnya sesuai dengan
ketetapanNya. Demikian juga kebahagiaan dan kesengsaraan yang dialami dan akan
menimpa manusia, semua telah diketahui dan ditetapkan oleh Allah subhana
wata’ala. Bagi orang yang beriman itulah bagian dari cara beriman kepada takdir
Allah dengan benar.
Bagaimana dengan orang yang menyelisihi hadist
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud tersebut? Mereka menganggap bahwa
rizki itu diperoleh dari hasil usahanya dan berfaham bahwa semua itu terjadi
karena adanya sebab-akibat dari apa yang mereka kerjakan. Bahkan mereka
mengatakan Allah tidak adil atas penetapan rizki kepada manusia. Pendapat mereka tersebut boleh jadi menjadikan kekufuran bagi mereka terhadap takdir Allah dan gugurlah iman mereka.
Keadaan mereka seperti keadaan orang kafir jaman Rasulullah atau umat
terdahulu, sebagaimana Allah berfirman: “dia Qorun berkata, sesungguhnya aku
diberi harta itu, semata-mata karena ilmu yang ada padaku. Tidaklah dia tahu,
bahwa Allah telah mebinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya,
dan lebih banyak mengumpulkan harta? Orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya
tentang dosa-dosa mereka”. (QS Al-Qasas: 78).
No comments:
Post a Comment