Wednesday, July 30, 2008

Lasta Masta Ustad Syafei

oleh: M. Rum Budi S.
Apa yang kau rasakan hari ini Ustad Syafei? jawabnya yang senantiasa muncul dari bibir sang ustad adalah kata-kata indah milik semua umat islam: Subhanallah, Alhamdulillah, hidup itu ternyata nikmat. Mungkin tidak banyak orang yang bisa merasakan bahwa hidup itu nikmat. Enjoy aja Mas katanya, hidup itu sangat singkat, cuma sebentar. Hidup itu seperti hanya mampir ngombe saja. Kalau nggak dinikmati rugilah. Apa yang kita bisa perbuat, kerjakanlah. Apa yang mudah kita lakukan, bersegeralah. Apa yang kamu senangi, nikmatilah. Pokoknya terserah ajalah. Gunakan waktu sehatmu sebelum sakitmu. Ketika sakit mungkin baru bisa dirasakan nikmatnya sehat. Mumpung masih sempat jangan kau tunda sebelum penyesalan datang. Umurmu masih muda dan jangkauan langkahmu masih panjang, kalau udah tua-kaya kakek-kakeh, nanti repot. Jadikanlah hidup itu setiap hari bertambah hidup (Lasta Masta!). Setiap orang bisa menikmati hidupnya dengan cara sendiri, tapi cara yang paling baik adalah menikmati dengan taat kepada Allah.
Ustad Syafei hari ini bisa mengatakan hidup itu nikmat, mungkin kondisi saat ini relatif serba kecukupan, celengan uangnya mungkin banyak. Bagaimana jawaban orang hari ini, kalau mereka itu hidupnya dalam kondisi susah, apakah bisa menikmati hidup ini?”. Ustad Syafei nampak semangat sekali kalau diajak ngobrol yang beginian ini. Sambil menggeser tempat duduknya, “Begini Mas Wahyul, memang secara umum orang yang lemah ekonomi, sepertinya susah menikmati hidup ini. Tetapi sesungguhnya masyarakatpun sudah pada maklum bahwa uang bukan jaminan untuk menghindar dari susah, sakit, malas, lemah, tua, dan lain-lain lah. Uang bukan segalanya atau faktor utama menjadi penentu orang bisa menikmati hidup ini. Malahan sebenarnya kalau Mas Wahyul mau memperhatikan bagaimana orang-orang Borju Jakarta diperbudak oleh jabatan, terlalu sibuk dengan bisnisnya, atau bahkan dipermainkan anak buahnya. Mereka sering ngomong “banyak duit itu malah sering bikin pusing, banyak sekali hal yang dikorbankan”. Selebritis itu banyak uang, tetapi susah menikmati hidup, mereka mengeluh “prevacy – nya senantiasa terganggu oleh wartawan yang suka ceplas ceplos, kadang memang banyak ngawurnya”.

Ustad Syafei mengakui jaman sekarang ini memang jaman materialistis, kalau ndak punya uang sepertinya hidup itu tampak buram atau gelap, sehingga uang memang diperlukan, akan tetapi jumlah sedikit yang mencukupi kebutuhan hidup untuk taat kepada Allah lebih baik dari banyak uang namun melupakan taat kepada Allah. Jadi taat kepada Allah adalah k
uncinya kenikmatan hidup itu sendiri. Mas Wahyul mengangguk-angguk dengan tausiah Ustad Syafei: “Ketika kekayaan itu tidak bisa menghantarkan dirinya bersikap bersyukur kepada Allah, maka keserakahan membentuk kebiasaan hidupnya, sehingga hidup itu senantiasa terbelenggu oleh sikap perilaku yang tidak pernah cukup. Selama keserakahan bersemayam dalam diri kita, walaupun harta kita melimpah, sebenarnya kita itu berada dalam kemiskinan yang sejati. Orang yang sengsara adalah orang yang miskin di dunia serta kebiasaan hidupnya jauh dari ketaatan kepada Allah. Sedangkan orang yang dimudahkan mencari uang dan membelanjakannya di jalan Allah, itulah orang yang digampangkan menikmati hidup. Tetapi sesungguhnya berapapun uang yang sedang kita cari maupun yang kita miliki, nikmatilah dengan cara taat kepada Allah”.
Ustad Syafei kemudian memberi pelajaran ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an: “Kemudian manusia pasti akan ditanyai pada hari akhir nanti tentang kenikmatan yang dimegah-megahkan di dunia ini” (At-Takasur, QS 102: 8), “Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, siddiqin, syuhada, dan sholihin. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (An-Nisa’, QS 4: 69).

Ustad Syafei menegaskan kembali untuk Mas Wahyul, bahwa yang membedakan orang memahami hidup itu nikmat adalah cara berfikirnya. Berfikir secara islami sebenarnya lebih tepat, lebih benar, lebih mudah, dan lebih menolong, untuk memahami nikmat hidup itu dimana dan kapanpun juga. Oleh karena itu ikutilah agama islam bagaimana mengajarkan berfikir tentang nikmat hidup itu, pasti kita akan dibawanya menuju puncak nikmat hidup di dunia dan di akhirat nanti.

(Tulisan ini sebagai tombo kangen buat sahabat saya Pak Wahyul yg sedang ambil program Doktor di Jepang).

5 comments:

Bunbukan Indonesia said...

Masya ALLOH, indah luar biasa nuansa yg hadir dalam jiwa, menyibakkan tirai penghalang tatapan kalbu.
Terima kasih sahabat, sentuhan dan sengatan akan menjadi kebutuhan dalam kebersamaan menggapai cinta-Nya.

Wahyul Amien Syafei
Iizuka, Japan.

Anonymous said...

Ada filosofi jawa yang cukup tepat untuk menggambarkan keindahan hidup di dunia "sugih tanpa banda", sebuah filosofi yang indah jika bisa kita implementasikan dalam kehidupan ini. Apalagi jika ditambah dengan "ngluruk tanpa bala" dan "menang tanpa ngasorake" maka kita akan menjadi manusia dan memanusiakan yang lainnya. Walaupun filosofi jawa tetapi didasari pemahaman islam yang baik akan menjadi penawar dahaga hati yang sangat mujarab...he he

Wahyu "konyap"

Anonymous said...

maaf ini mas wahyul yang dari kendal ya.....
kalau benar alhamdulillah... aku imam sarjono mungkin masih ingat ?
tapi kalau bukan maaf saya mengganggu di blog ini...
sekalilagi maaf...

Bunbukan Indonesia said...

Subhanalloh, mas Imam Sarjono yg baik, betul sy Wahyul Amien Syafei yg dari Kendal.
Skr sdg tadabbur di Jepang. Bgm kabar mas Imam, sy lihat sdh dikaruniai 3 putri sholihah dan 1 putra yg sholih. Utk kabar kami silakan kunjungi kreasi my wonderful wife: http://umimardhiyah.multiply.com/
Utk Ust Rum, terus berkarya.

Pengalaman di Adsense said...

SALAM.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci.
Thank you